KREATIVITAS GURU PADA PROSES PEMBELAJARAN
TOPIK
KREATIVITAS GURU PADA PROSES
PEMBELAJARAN
Oleh
Satriyo Pamungkas
TESIS : Karena guru harus memiliki kreatifitas
dalam menyampaikan materi pembelajaran, maka perlu adanya penyampaian materi
dengan berbagai macam model-model dan media pembelajaran. Hal ini dilakukan
agar penyajian materi yang dilakukan oleh guru lebih menarik serta membuat
siswa dapat memahami isi dari materi yang akan di sampaikan dengan baik.
RUMUSAN MASALAH :
Bagaimana
menjadi guru yang mempunyai kreatifitas pada saat proses pembelajaran ?
TUJUAN: Menjelaskan model pembelajran dan media
pembelajaran agar guru menjadi kreatif dan professional saat melaksanakan
pengajaran.
KERANGKA
:Landasan
hukum kreatifitas
Teori
Kreatifitas
Metode
Pembelajaran
Model
Pembelajaran
Media
Pembelajaran
Pendekatan Sistem Dalam Model Pembelajaran Yang
Berhasil
Peran Kreatifitas Guru Dalam Pembelajaran Yang
Berhasil
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
Pemilihan
Topik
Daftar
Isi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
A.
Latar Belakang………………………………………………. 1
B.
Rumusan Masalah…………………………………………… 4
C.
Tujuan Penulisan……………………………………………. 4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………….............. 5
A. Landasan Teoritis
kreatifitas………………………………. 5
B. Defenisi Kreatifitas…………………………………………… 5
C. Teori Kreatifitas……………………………………………….. 10
D. Defenisi Pendidikan………………………………………….. 14
E. Fungsi Pendidikan……………………………………………. 14
F. Defenisi Pembelajaran……………………………………….. 15
G. Tujuan Belajar Dan
Pembelajaran………………………... 15
H. Ciri-ciri Belajar…………………………………………………. 16
I. Landasan Teoritis
Penggunaan Media…………………….. 17
J. Defenisi Media………………………………………………….. 18
K. Penggunaan Media……………………………………………. 18
L. Kreatifitas Guru Dalam Proses Belajar Mengajar……… 21
M.
Metode Pendukung Pembelajaran Kreatifitas Guru…. 22
N.
Ciri Pengembangan Model Pembelajaran………………. 23
O.Pendekatan
Sistem Dalam Model Pembelajaran
Yang Berhasil…………………………………………………... 23
P.
Peran Kreatifitas Guru Dalam Pembelajaran
Yang Berhasil………………………………………………….. 24
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………. 25
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama
bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebab.
Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga
pemerintah berupaya agar guru yang tampil adalah guru yang benar-benar
professional yang mampu mengantisipasi tangan-tangan dalam dunia pendidikan.
Menurut
Kuntowijowo (1966) Kejenuhan
siswa saat
belajar, dapat
disebabkan oleh pola mengajar gurunya. Dalam hal ini guru menyampaikan materi
secara monoton, yaitu ceramah dan biasanya minim penggunaan media. Sehingga
siswa menjadi pasif dan akhirnya merasa enggan untuk belajar.
Guru dalam pembelajaran merupakan menajer pembelajaran ditempat belajar
(Dryden& Vos.1999).
Pembelajaran
yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas
pengajar. Pembelajaran yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar
yang mampu menfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan
pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap
dan kemampuan siswa melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui
prosesbelajar. Desain belajar yang baik, ditunjang fasilitas yang memadai,
ditambah dengan kretifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai
target belajar.
Pembelajaran
dengan pilihan-pilihan merupakan pembelajaran trend di abad-abad sekarang,
yaitu banyaknya pilihan-pilihan tempat pembelajaran, model dan berbagai macam
media pembelajaran yang banyak bermunculan. Pembelajaran dengan pilihan akan
membuat soerang guru mampu menjadi seorang guru menjadi kreatif dalam
pembelajaran (Sukamto. 1999).
Kegagalan
pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi kurangnya kemampuan
profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Kretifitas sebagai penunjang
kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor
besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal
yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, saranag dan prasarana, serta
berbagai latihan yang dilakukan guru (Sumargi. 1999 : 67).
Menurut
Gagne & Briggs, yang penting dalam mengajar bukanlah upaya guru untuk menyampaikan
bahan, melainkan mengupayakan agar siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan
tujuan. Ini berarti bahwa upaya guru hanya merupakan serangkaian peristiwa yang
dapat mempengaruhi siswa untuk belajar. Dengan demikian, peranan guru berubah
bukan saja sebagai penyampaian informasi ( informatory ). Melainkan juga
bertindak sebagai stimulator bagi terjadinya proses belajar-mengajar (Subana :
2009 : 14).
Apa
yang terjadi dalam mengajar itu, mengajar terdiri atas sejumlah kejadian
tertentu yaitu, membangkitkan dan memelihara perhatian, menjelaskan hasil yang
diharapkan setelah belajar, merangsang siswa untuk mengingat kembali konsep,
menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan, memberikan bimbingan dalam
proses belajar, memberikan feedback, menilai
hasil belajar, mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh, dan
memantapkan apa yang terjadi dengan latihan. (Nasution, 1982)
Seorang
guru harus memiliki kemampuan yang baik dan maksimal dalam menjalankan
pekerjaan. Kemempuan itu dapat dilihat dari kesanggupan menjalankan peranannya
sebagai guru, pengajar, pembimbing, dan administrator. Untuk mencapai itu,
seorang guru harus memperhatikan tujuan pembelajaran dan menyesuaikan
penggunaan media dan model pembelajaran yang tepat. Maka dari itu, media tidak
lagi dipandang sebagai alat bantu belaka bagi guru untuk mengajar, tetapi
sebagai alat penyalur pesan atau pemberi pesan. (Rajuli, 2012:2)
Model
Pembelajaran merupakan pedoman bagi guru dan siswa untuk mencapai tujuan
belajar. Dalam model pelajaran itu dikemukakan tujuan pengajaran yang harus
dicapai siswa. Isi dari model pengajaran yang luas yang dapat digunakan guru
untuk mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan. Dengan demikian, pengajaran
menjadi suatu yang ilmiah, terkontrol dan terarah pada tujuan. (Sabana, 2009)
Media
pembelajaran merupakan alat yang membantu guru dalam kegiatan belajar-mengajar
dalam kegiatan belajar-mengajar. Selain itu, media dapat memberikan motivasi
pengalaman lebih kongret, dan meningkatkan kreatifitas guru dan siswa dalam pembelajaran.
Maka dari itu, seorang guru harus dapat menentukan media yang paling tepat
untuk digunakan dalam pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan tidak semua media
dapat digunakan dalam pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan tidak semua media
dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
Menurut
Dr. Nana Sudjana (1988 : 62) dengan adanya perubahan yang menyeluruh mengenai
teknologi pengajaran termasuk model-model pendukungnya melahirkan konsep-konsep
baru. Yaitu, yang semula bertitik tolak dari benda, penghayatan, kekongkretan,
kemudian dengan konsep proses. Konsep proses ini menegaskan bahwa hubungan
antara peristiwa-peristiwa didalam kegiatan pengajaran itu dinamis dan
berkesinambungan.
B.
Rumusan Masalah
Dari apa
yang telah dijelaskan pada latar belakang maka dapat di rumuskan masalah bagaimana
menjadi guru yang mempunyai kreatifitas pada saat proses pembelajaran.
C. Tujuan
Penulisan
Penulisan
ini bertujuan untuk menjelaskan model-model pembelajaran dan media pembelajaran
yang dapat digunakan oleh guru sebagai wujud dari kreatifitas seorang guru yang
professional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan Teoritis Kreatifitas
Berdasarkan ketetapan MPR RI Nomor VI
tahun 2001 tentang etika kehidupan berbangsa, pada butir kelima mengenai etika
keilmuan dimana untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu
pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan
martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemuslahatan dan kemajuan
sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara pribadi
ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang tercermin dalam prilaku
kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif, dalam kegiatan membaca, belajar,
meneliti, menulis, berkarya, serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Etika keilmuan menegaskan petingnya
budaya kerja keras dengan menghargai dan memanfaatkan waktu, disiplin dalam
berfikir dan berbuat, serta menempati janji dan komitmen diri untuk mencapai
hasil yang terbaik. Disamping itu, etika ini mendorong tumbuhnya kemampuan
menghadapi hambatan, rintangan dan tantangan dalam kehidupan, mampu mengubah
tantangan menjadi peluang, mampu menumbuhkan kreatifitas untuk mencapai kesempatan
baru, dan tahan uji serta pantang menyerah. ( MPR RI, 2003: 97 )
B.
DEFENISI KREATIFITAS
Definisi kreativitas tergantung pada segi penekanannya,
kreativitas dapat didefinisikan kedalam empat jenis dimensi sebagai Four P’s
Creativity, yaitu dimensi Person, Proses, Press dan Product sebagai berikut
:
1. Definisi kreativitas dalam dimensi Person
Definisi pada dimensi person adalah upaya mendefinisikan
kreativitas yang berfokus pada individu atau person dari individu yang dapat
disebut kreatif.
“Creativity refers to the abilities that are
characteristics of creative people” (Guilford, 1950) “Creative
action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an
unique and characteristic way” (Hulbeck, 1945) Guilford menerangkan bahwa
kreativitas merupakan kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri seseorang,
hal ini erat kaitannya dengan bakat. Sedangkan Hulbeck menerangkan bahwa
tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi
dengan lingkungannya. Definisi kreativitas dari dua pakar diatas lebih berfokus
pada segi pribadi.
2. Kreativitas dalam dimensi Proses
Definisi pada dimensi proses upaya mendefinisikan
kreativitas yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide
unik atau kreatif.
“Creativity is a process that manifest in self in
fluency, in flexibility as well in originality of thinking” Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah
sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan
(fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk
mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada
definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan
variasi). Selain pendapat yang diuraikan diatas ada pendapat lain yang
menyebutkan proses terbentuknya kreativitas sebagai berikut :
Wallas mengemukakan empat tahap dalam proses kreatif
yaitu :
Tahap Persiapan; adalah tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk
memecahkan masalah. Dalam tahap ini terjadi percobaan-percobaan atas dasar
berbagai pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang dialami. Inkubasi; adalah
tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar. Tahap ini
berlangsung dalan waktu yang tidak menentu, bisa lama (berhari-hari,
berbulan-bulan, bertahun-tahun), dan bisa juga hanya sebentar (hanya beberapa
jam, menit bahkan detik). Dalam tahap ini ada kemungkinan terjadi proses
pelupaan terhadap konteksnya, dan akan teringat kembali pada akhir tahap
pengeraman dan munculnya tahap berikutnya.
Tahap Iluminasi; adalah tahap munculnya inspirasi atau gagasan-gagasan untuk memecahkan
masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk-bentuk cetusan spontan, seperti
dilukiskan oleh Kohler dengan kata-kata now, I see itu yang kurang lebihnya berarti
“oh ya”.
Tahap Verifikasi; adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi tarhadap
gagasan secara kritis, yang sudah mulai dicocokkan dengan keadaan nyata atau
kondisi realita.
Dari dua pendapat ahli diatas memandang kreativitas
sebagai sebuah proses yang terjadi didalam otak manusia dalam menemukan dan
mengembangkan sebuah gagasan baru yang lebih inovatif dan variatif (divergensi
berpikir).
3. Definisi Kreativitas dalam dimensi Press,
Definisi dan pendekatan kreativitas yang menekankan
faktor press atau dorongan, baik dorongan internal diri sendiri berupa
keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun
dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis. Definisi Simpson
(1982), merujuk pada aspek dorongan internal dengan rumusannya sebagai berikut
:
“The initiative that one manifests by his power to break
away from the usual sequence of thought” Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang
menghargai imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas serta inovasi.
Kreativitas juga kurang berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan
tradisi, dan kurang terbukanya terhadap perubahan atau perkembangan baru.
(Munandar, 1999 )
4. Definisi Kreativitas dalam dimensi Product
Definisi pada dimensi produk merupakan upaya
mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada produk atau apa yang dihasilkan
oleh individu baik sesuatu yang baru/original atau sebuah
elaborasi/penggabungan yang inovatif.
“Creativity is the ability to bring something new into
existence” Definisi yang
berfokus pada produk kreatif menekankan pada orisinalitas, seperti yang
dikemukakan oleh Baron (1969) yang menyatakan bahwa kreatifitas adalah
kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula menurut
Haefele (1962) dalam Munandar, 1999; yang menyatakan kreativitas adalah
kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial.
Dari dua definisi ini maka kreatifitas tidak hanya membuat sesuatu yang baru
tetapi mungkin saja kombinasi dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya.
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli
untuk menjelaskan makna dari kreativitas yang dikaji dari empat dimensi yang
memberikan definisi saling melengkapi. Untuk itu kita dapat membuat berbagai
kesimpulan mengenai definisi tentang kreativitas dengan acuan beberapa pendapat
yang dikemukakan oleh para ahli.
Dari beberapa uraian mengenai definisi kreativitas yang
dikemukakan diatas peneliti menyimpulkan bahwa : “Kreativitas adalah proses
konstruksi ide yang orisinil (asli), bermanfaat, variatif (bernilai seni) dan
inovatif (berbeda/lebih baik)”.
C. Teori Kreatifitas
Teori yang melandasi pengembangan kreativitas dapat dibedakan menjadi Tiga,
yaitu: Teori Psikoanalisis, Teori Humanistik, Teori Cziksentmihalyi
1.
Teori Psikoanalisis
Pribadi kretif dipandang sebagai seorang yang pernah mengalami traumatis, yang
dihadapi dengan memunculkan gagasan-gagasan yang disadari dan tidak disadari
bercampur menjadi pemecahan inovatif dari trauma. Teori ini terdiri dari:
a. Teori Freud
Freud menjelaskan proses kretif dari mekanisme pertahanan
(defence mechanism). Freud percaya bahwa meskipun kebanyakan mekanisme
pertahanan menghambat tindakan kreatif, mekanisme sublimasi justru merupakan
penyebab utama kreativitas karena kebutuhan seksual tidak dapat dipenuhi, maka
terjadi sublimasi dan merupakan awal imajinasi.
Macam mekanisme pertahanan:
- Represi -
regresi
- Konpensasi -
Proyeksi
- Sublimasi
- Pembentukan reaksi
- Rasionalisasi - Pemindahan
- Identifikasi -
Kompartementalisasi
- Introjeksi
b. Teori Ernst Kris
Erns Kris (1900-1957) menekankan bahwa mekanisme pertahanan
regresi seiring memunculkan tindakan kreatif. Orang yang kreatif menurut teori
ini adalah mereka yang paling mampu “memanggil” bahan dari alam pikiran tidak
sadar. Seorang yang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bias “seperti anak”
dalam pemikirannya. Mereka dapat
mempertahankan “sikap bermain”
mengenai masala-masalah serius dalam kehidupannya. Dengan demikian mereka mampu
malihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif, mereka melakukan
regresi demi bertahannya ego (Regression in The Survive of The Ego)
c. Teori
Carl Jung
Carl Jung (1875-1967) percaya bahwa alam ketidaksadaran
(ketidaksadaran kolektif) memainkan peranan yang amat penting dalam pemunculan
kreativitas tingkat tinggi. Dari ketidaksadaran kolektif ini timbil penemuan,
teori, seni dan karya-karya baru lainnya.
2. Teori
Humanistik
Teori Humanistik melikat kreativitas sebagai hasil dari
kesehatan psikologis tingkat tinggi. Teori Humanistik
meliputi:
a. Teori
Maslow
Abraham
Maslow (1908-1970) berpendapat manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang
menjadi nyata sebagai kebutuhan, Kebutuhan tersebut adalah:
1.
Kebutuhan fisik/biologis
2.
Kebutuhan akan rasa aman
3.
Kebutuhan akan rasa dimiliki (sense of
belonging) dan cinta
4.
Kebutuhan akan penghagaan dan harga diri
5.
Kebutuhan aktualisasi / perwujudan diri
6.
Kebutuhan estetika
7.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut mempunyai urutan hierarki.
Keempat
Kebutuhan pertama disebut kebutuhan “deficiency”. Kedua Kebutuhan berikutnya (aktualisasi diri dan estetik
atau transendentasi) disebut kebutuhan “being”. Proses perwujudan diri erat
kaitannya dengan kreativitas. Bila bebas
dari neurosis, orang yang mewujudkan dirinya mampu memusatkan dirinya pada yang
hakiki. Mereka
mencapai “peak experience” saat mendapat kilasan ilham (flash of
insight).
b. Teori
Rogers
Tiga kondisi internal dari pribadi kreatif, yaitu:
- Keterbukaan terhadap pengalaman
2.
Kemampuan untuk menilai situasi patokan pribadi seseorang (internal
locus of evaluation)
3.
Kemampuan untuk bereksperimen, untuk “bermain” dengan konsep-konsep.( Winn,
W, 1978:35 )
Apabila seseorang memiliki ketiga cirri ini maka
kesehatan psikologis sangat baik. Orang tersebut diatas akan berfungsi
sepenuhnya menghasilkan karya-karya kreatif, dan hidup secara kreatif. Ketiga
cirri atau kondisi tersebut uga merupakan dorongan dari dalam (internal press)
untuk kreasi.
3. Teori Cziksentmihalyi
Ciri pertama yang memudahkan tumbuhnya kreativitas
adalah Predisposisi genetis (genetic predispotition). Contoh
seorang yang system sensorisnya peka terhadap warna lebih mudah menjadi
pelukis, peka terhadap nada lebih mudah menjadi pemusik. Minat pada usia dini
pada ranah tertentu
Minat menyebabkan seseorang terlibat
secara mendalam terhadap ranah tertentu, sehingga mencapai kemahiran dan
keunggulan kreativitas. Akses terhadap suatu bidan
g Adanya sarana dan prasarana serta adanya pembina/mentor dalam bidang yang
diminati sangat membantu pengembangan
bakat. ( Winn, W, 1978:38 ). Access to a field, Kemampuan berkomunikasi
dan berinteraksi dengan teman sejawat + tokoh-tokoh penting dalam bidang yang
digeluti, memperoleh informasi yang terakhir, mendapatkan kesempatan bekerja
sama dengan pakar-pakar dalam b idang yang diminati sangat penting untuk
mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari orang-orang penting. Orang-orang
kreatif ditandai adanya kemampuan mereka yang luar biasa untuk menyesuaikan
diri terhadap hampir setiap situasi dan untuk melakukan apa yang perlu untuk
mencapau tujuannya. ( Munandar, 2000 )

D. Defenisi Pendidikan
Pendidikan
pada dasarnya adalah pengembangan pancadaya mengacu kepada hakikat manusia
dalam bingkai dimensi kemanusiaan yang semuanya itu terkandung manusia. (
Prayitno, 2011:67 )
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
E. Fungsi Pendidikan
Menurut Horton dan Hunt dalam Wikipedia Indonesia,
lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata (manifes) berikut:
- Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari
nafkah.
- Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan
pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.
- Melestarikan kebudayaan.
- Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam
demokrasi.
F. Defenisi Pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi
antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan prilaku
kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang
mempengaruhinya baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu,
maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. (Mulyasa, 2002:100)
Interkasi antara peserta didik dengan
lingkungannya, dimana dapa di artikan bahwa tugas guru yang paling utama
mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan prilaku bagi
peserta didik.
G. Tujuan Belajar Dan Pembelajara
Guru sebagai salah satu unsur pendidik harus
memiliki kemampuan memahami bagaimana peserta didik belajar dan kemampuan
mengorganisasikan proses belajar yang mampu mengembangkan kemampuan dan bentuk
watak peserta didik.
Belajar dan pembelajaran satu sama lain memiliki
keterkaitan substantif dan fungsional. Keterkaitan substantif belajar dan
pembelajaran terletak pada simpulan terjadinya perubahan prilaku dalam diri
individu. Sementara keterkaitan fungsional pembelajaran dan belajar adalah
bahwa pembelajaran sengaja dilakukan untuk menghasilkan proses belajar atau
dengan kata lain belajar merupakan parameter pembelajaran. Tujuan dari belajar
adalah untuk memperoleh hasil belajar dan penggalaman hidup, sedangkan tujuan
dari pembelajaran adalah untuk mengembangkan kemampuan, membangun watak dan
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Walaupun belajar dan pembelajaran memiliki keterkaitan demikian, perlu di ingat
bahwa tidak semua proses belajar merupakan pembelajaran. Oleh sebab itu dapat
pula di katakan bahwa belajar bersifat internal atau individu. Sedangkan
pembelajaran bersifat publik. (Winataputra, 2008:10)
Sehubung dengan itu sebagai calon pendidik yang
baik hendaknya memahami dan menerapkan konsep dasar belajar dan pembelajaran
serta tujuan dari belajar dan pembelajaran sehingga peserta didik dapat belajar
dalam kondisi pembelajaran yang efektif.
H. Ciri Ciri Belajar
Tidak semua perubahan yang terjadi pada peserta
didik terjadi karena adanya proses belajar. Jika demikian, apakah ciri-ciri
perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar ? beriku ini akan di jelaskan
cirri-ciri perubahan yang di hasilkan dari proses belajar :
1. Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan
menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah
terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
2. Perubahan dalam belajar
bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belaja, perubahan yang terjadi dalam
diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu
perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna
bagi kehidupan atau proses belajar berikunya.
3. Perubahan dalam belajar
bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu
senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperolah sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin
banyak dan makin baik perubahan yang di peroleh.
4. Perubahan dalam belajar bukan
bersifat sementara
Perubahn yang terjadi karena proses belajar
bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi
setelah belajar akan bersifat menetap.
5. Perubahan dalam belajar
bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku
itutertjadi karena ada tujuan yang akan di capai. Perbuatan belajar terarah
kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar di sadari.
6. Perubahan mencakup seluruh
aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui
suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika
seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya dia akan mengalami perubahan
tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, perubahan, dan
sebagainya (Slameto, 2010:3)
F. Landasan Teoritis Penggunaan Media Pendidikan
Menurut Bruner (1966: 10-11) ada tiga tingkatan utama
modus belajar, (1) pengalaman langsung (enactive),
pengalaman gambar (iconic), dan
pengalaman abstrak (symbolic). Levie
& Levie (1975) memberikan kesimpulah bahwa melalui stimulus gambar dan
stimulus kata atau visual dan verbal membuahkan hasil belajar yang lebih baik
untuk tugas-tugas seperti menginggat, mengenali, dan menginggat kembali serta
menghubung-hubungkan fakta dan konsep. Hal ini memberi dukungan atas konsep
dual coding hypothesis (hipotesis koding ganda) dari Paivio (1971) yang
mengatakan bahwa ada dua sistem ingtan manusia, satu untuk menggelola
simbol-simbol verbal kemudian menyimpanya dalam bentuk proposi image, dan yang
lainnya untuk mengelola image nonverbal yang kemudia disimpan dalam bentuk
proporsi verbal. (Arsyad, 2008:7-9)
G. Defenisi Media
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ”tengah”, ”perantara”,
atau”pengantar”. Dalam bahasa Arab, Media adalah perantara atau pengantar pesan
dari pengirim kepada penerima pesan. Sedangkan Gerlach & Ely (1971)
mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia,
materi, atau kejadian yang mebangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau sikap. (Arsyad, 2008:3)
H. Penggunaan Media
Salah
satu cirri media pembelajaran adalah bahwa media mengandung dan membawa pesan
atau informasi kepada penerima yaitu siswa, oleh karena itu perlu dikembangkan
lingkungan pembelajaran yang interaktif yang dapat menjawab dan memenuhi
kebutuhan belajar. Berikut ini akan diuraikan penggunaan dan pengembangan media
pembelajaran yang mengikuti taksonomi Leshin (1992) yaitu media berbasis
manusia (guru, instruktur, tutor, main peran, kelompok, dan lain-lain).
a.
Media Berbasis Manusia
Media
ini merupakan media tertua yang digunakan untuk mengirim dan mengkomunikasikan
pesan atau informasi. Media ini bermanfaat khususnya bila tujuan kita adalah
mengubah sikap atau ingin secara langsung terlibat dengan pemantauan belajar
siswa.
b.
Media Berbasis Cetakan
Pembelajaran
berbasis cetakan yang paling umum dikenal adalah buku teks, buku penuntun,
jurnal, majalah, dan lembaran lepas. Media berbasis cetakan akan menuntut enam
elemen yang perlu diperhatikan pada saat merancang, yaitu konsistensi, format,
organisasi, daya tarik, ukuran huruf, dan penggunaan spasi kosong. (Arsyad, 2008:87)
c. Media Berbasis Visual
Menurut Dr. Nana Sudjana ( 2007: 57 ) Pengajaran berbasis visual
adalah setiap gambar, model, benda atau alat-alat lain yang memberikan
pengalaman visual yang nyata kepada siswa. Pengajaran visual didasarkan atas
asumsi bahwa pengertian-pengertian yang abstrak dapat di sajikan lebih kongret.
Alat bantu visual itu bertujuan untuk :
a.
Memperkenalkan, membentuk, memperkaya, serta memperjelas pengertian atau konsep
yang abstrak kepada siswa.
b.
Mengembangkan sikap-sikap yang dikehendaki.
c.
Mendorong kegiatan siswa lebih lanjut
Sementara menurut Arsyad (2008:87) bentuk dari visual berupa, (a) gambar representasi seperti lukisan atau foto
yang menunjukan bagaimana tampaknya suatu benda, (b) digram yang melukiskan hubungan-hubungan konsep, organisasi, dan
struktur isi konsep, (c) peta yang menunjukan hubungan-hubungan ruang antara
unsure-unsur dalam isi materi, (d) grafik seperti tabel, grafik, dan chart
(bagan) yang menyajikan gambaran data atau antarhubungan seperangkat gambar
atau angka-angka.
Sama seperti media pengajaran lainya, model visual juga mempunyai
kelemahan. Menurut Sudarwo ( 1988 : 54 ) kelemahan dari visual ini adalah guru
atau pelatih menyerahkan begitu saja pengawasan terhadap kelasnya selama
penyajian visual berlangsung, selanjutnya visual hanya bisa diperagakan dengan
peralatan yang cocok. Disamping itu penggunaannya mempunyai implikasi dengan
biaya.
d.
Media Berbasis Audiovisual
Penggunaan media ini yang menggabungkan penggunaan suara
memerlukan pekerjaan tambahan untuk memproduksinya. Salah pekerjaan penting
yang diperlukan dalam media audiovisual adalah penulisan naskah dan storyboard
yang memerlukan persiapan yang banyak rancangan dan penelitian.
e. Media Berbasis Komputer
Dewasa ini
computer memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam bidang pendidikan dan latihan.
Penggunaan computer sebagai media pembelajaran secara umum mengikuti proses
intruksional sebagai berikut, (1) merencanakan, mengatur, dan
mengorganisasikan, dan menjadwalkan pelajaran, (2) mengevaluasi siswa, (3)
mengumpulkan data mengenai siswa, (4) melakukan analisis statistik mengenai
data pembelajaran, (5) membuat catatan perkembangan pembelajaran.
f. Media Berbasis Perpustakaan
Dalam dua
dekade terakhir ini perpustakaan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari sekolah. Perpustakaan merupakan pusat akademis. Perpustakaan menyediakan
bahan-bahan pustaka berupa barang cetakan seperti buku, majalah/jurnal ilmiah,
peta, surat kabar, karya-karya tulis, serta bahan-bahan non-cetakan seperti,
Micro-fish, micro-film, foto-foto, film, kaset audio/video, lagu dalam piringan
hitam, rekaman pidato(documenter), dan lain-lain. oleh karena itu perpustakaan
dapat dimanfaatkan oleh pelajar, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya untuk
memperoleh informasi dalam berbagai bidang keilmuanbaik untuk tujuan
akademismaupun untuk reaksi. Bahan-bahan itu dapat dikelompokan ke dalam tiga
jenis, (1) referensi, (2) reserve, (3) pinjaman. (Arsyad, 2008:102)
L.
Kreatifitas Guru Dalam Proses Belajar Mengajar
Pendapat yang menyatakan bahwa mengajar adalah proses penyampaian atau
penerusan pengetahuan, sudah ditinggalkan oleh banyak orang. Kini, mengajar
dimaknai sebagai perbuatan yang kompleks, yaitu penggunaan secara integrative
sejumlah keterampilan untuk menyampaikan pesan. Guru yang professional adalah
guru yang dapat melakukan tugas mengajarnya dengan baik. Dalam mengajar di
perlukan keterampilan atau kreativitas yang dibutuhkan untuk kelancaran proses
belajar mengajar secara efektif dan efisien. (Syaifudin, Udin, 2011:55)
M. Metode Pendukung Pembelajaran
Kreatifitas Guru
Berbicara tentang metode pembelajaran, kita akan di ingatkan tentang
bagaimana bagaimana menempatkan posisi diri yang tepat sebagai seorang guru di
tengah pembelajaran di kelas. Berikut akan disajikan beberapa metode yang
paling banyak memberikan keefektifan dan keberhasilan guru dalam mengajar.
Seperti berikut :
a. Metode Ceramah
Metode
ceramah merupakan metode tradisional untuk mengajar orang dewasa. Pada
hakikatnya di sampaikan dengan bentuk dan gaya otokratis. Metode ini gampang
dijalnkan. Karena penceramah hanya menyampaikan informasi. Biasanya pelajar
tidak mempunyai banyak kesempatan untuk member tanggapan, pertanyaan dan
komentar biasanya baru dapat dilaksanakan setelah ceramah berakhir. Oleh sebab
itu, siswa menjadi peserta pasif, dan penceramah tidak banyak mendapatkan umpan
balik.
b. Metode Demontrasi
Pelajaran
menuru metode demontrasi ini terdiri dari tiga tahap, (1) tahap pertama dimana
member ceramah singkat untuk menerangkan tujuan belajar, (2) tahap
pengembangan, dimana terjadi tanya jawab dan aktifitas-aktifitas lain, (3)
tahap konsolidasi, dimana bahan pelajaran ditinjau kembali, direvisi, dan di
tes. Metode ini dipakai untuk mencapai tujuan kognitif dan psikomotorik.
c. Metode Diskusi
Metode
diskusi kelompok tidak ada defenisi yang tepat. Pada hakekatnya metode ini
berpusat pada pelajar, akan tetapi diskusi dapat berpariasi dari diskusi yang
tidak terstruktur sampai kepada situasi yang terstruktur, dimana guru bertindak
dengan tegas dan secara otokratis, metode diskusi ini selalu berkisar kepada
suatu persoalan.
d. Metode Tutorial
Pada
umumnya tutorial dipandang sebagai salah satu usaha pendidikan yang paling
bernilai. Namun demikian, strategi ini praktis tidak dapat perhatian dari para
peneliti.
e.
Metode Brain Storming
Metode ini dianggap lemah. Strategi ini berdasrkan pendapat bahwa
sekelompok manusia dapat mengajukan usul lebih banyak dari anggotanya
masing-masing. ( Mukhtar, 2001: 45 )
N. Ciri Pengembangan Model
Pembelajaran
Masing-masing metode mempunyai cirri-ciri yang spesifik. Model
pengemabngan pada produk cirri-cirinya adalah, (1) Melibatkan beberapa sumber,
(2) Tujuan Intruksional secara persial sudah ditentukan, (3) tujuan produksi
adalah untuk menghasilkan satu (master produk) dan kalau memungkinkan
diperbanyak menjadi beberapa salina program.
O. Pendekatan Sistem
Dalam Model Pembelajaran Yang Berhasil
Sebelum
menyusun perencanaan pembelajaran, terlebih dahulu perlu mengenali kedudukan
sistem pembelajaran yang ada disekolah. Pengenalan tersebut dimaksudkan agar
guru memperoleh informasi yang relevan tentang semua komponen sistem
pembelajaran yang ada, yang pada gilirannya dijadikan sebagai bahan untuk
merancang sistem pembelajaran yang lebih baru. Usaha pengenalan dapat dilakukan
dengan tiga cara, (1) melakukan observasi langsung ke sekolah, (2) melakukan
studi kajian terhadap tiap komponen sistem pembelajaran, (3) pendalaman,
penguatan, dan perluasan dengan mempelajari berbagai teori yang relevan.
(Mukhtar, 2001: 76)
P. Peran Kreatifitas
Guru Dalam Pembelajaran Yang Berhasil
Dalam arti luas, guru mengemban peranan-peranan sebagai ukuran kognitif,
sebagai agen moral, sebagai innovator dan kooperator (W. Taylor, 1978). Guru
sebagai ukuran kognitif adalah mewariskan pengetahuan dan berbagai keterampilan
kepada generasi muda. Hal-hal yang diwariskan itu sudah tentu harus sesuai
dengan ukuran-ukuran yang telah ditentukan oleh masyarakat dan merupakan
gambaran tentang keadaan sosial ekonomi dan politik masyarakat bersangkutan.
Karena itu guru harus memiliki kreatifitas yang diperlukan untuk melaksanakan
tugasnya, sehingga materi yang akan disampaikan kepada siswa lebih menarik bagi
siswa untuk belajar secara berkesinambungan.
Peranan
guru sebagai fasilitator belajar bertitik tolak dari tujuan-tujuan yang hendak
dicapai. Implikasinya terjadi pada tugas dan tanggung jawab, dimana guru
mengemban peranan dalam proses kelompok, memberikan penyuluhan, dan kreatifitas
belajar siswa, guru sebagai perencana berkewajiban mengembangkan tujuan-tujuan
pendidikan menjadi rencana-rencana yang operasional, guru sebagai pemimpin
dalam kelas sekaligus sebagai anggota kelompok-kelompok dari siswa, guru
sebagai petunjuk jalan kepada sumber-sumber, dan guru sebagai pendiagnosa
kemajuan belajar siswa, peranan ini erat kaitannya dengan tugas mengevaluasi
kemajuan belajar siswa. (Mukhtar, 2001:82-86)
Dengan
apa yang telah dijelaskan diatas peranan guru sangat besar untuk keberhasilan
siswa dalam proses belajar, oleh karena itu seorang guru harus memiliki
kreatifitas untuk merancang pembelajaran agar lebih menarik siswa sehingga akan
menghasilkan hasil belajar yang memuaskan bagi kedua belah pihak yaitu guru dan
siswa.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
apa yang telah dibahas di bab-bab di atas mengenaii kretifitas guru dalam
pembelajaran sangat diperlukan agar memperoleh hasil yang baik. Adanaya
berbagai metode dan media pembelajaran yang ada seharusnya hal ini dimanfaatkan
oleh guru agar pembelajaran dapat lebih menarik dan meningkatkan pemahaman
siswa secara kongret sehingga para siswa dapat mengimplementasikannya di dalam
kehidupan sehari-hari dalam lingkungan masyarakat serta akan menciptakan
manusia yang mempunyai wawasan dan penuh kreatifitas sehingga dapat membangun
bangsa Indonesia lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Subana.
2009.Strategi Belajar Mengajar.
Pustaka Setia Bandung.
H.A.
Tilaar. 1999. Profesionalisme Guru Abad 21. Makalah Seminar Nasional Temu
Lembaga Penelitian, IKIP Yogyakarta.
Semiawan.
1991. Mencari Strategi Pengembangan
Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.
Rajuli,
Muhammad. 2012. Problematika Pembelajaran.
Unbbari.
Kontowijoyo.
1996. Pengantar Ilmu Sejarah.
Bentang.
Arends
Richard I. 2007. Learning To Teach.
Terjemahan: Helly Prayitno S dan Sri Mulyani S, 2008 Edisi I. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.
Sudjana,
Nana. 2007. Teknologi Pengajaran. Sinar Baru Algensindo
MPR
RI. 2003. Himpunan Ketetapan MPRS dan MPR
RI Berdasarkan Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 2 Dan 4. MPR RI
Winn,W.
1978. Media, Mental Imagery, and Memory.
ACTJ vol 28 No. 4 Winter 1978. Terjemahan ali. Rieneka Cipta.
Saud,
Udin Syaefudin. 2011. Pengembangan
Profesi Guru. Bandung; Alfabeta
Mulyasa.
E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi.
PT Remaja Rosdakarya Bandung.
Winataputra,
dkk. 2008. Belajar Dan Pembelajaran.
PT Rienaka Cipta
Slameto.
2002. Belajar; Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya. Rieneka Cipta
Komentar
Posting Komentar