Bahasa Keakraban dan Solidaritas Orang Tionghoa di Kota Jambi

Bahasa Keakraban dan Solidaritas Orang Tionghoa di  Kota Jambi
Oleh
Satriyo Pamungkas

            Bahasa keakraban adalah bahasa yang di gunakan di kalangan atau di lingkungan keluarga dekat dan juga sahabat dekat. Bahasa ini dipakai jika tidak ada lawan bicara di antara bahasa suku lain, maka dari itu bahasa ini menjadi bahasa khusus suatu kelompok yang biasanya tidak dimengerti oleh kelompok lain. Bahasa keakraban ini tentu saja berasal dari daerah asal masing-masing yang dipakai untuk kalangan sendiri.[1]
            Khususnya di Kota Jambi ini Orang Tionghoa atau orang Cina totok dan peranakan kelas bawah menggunakan bahasa daerah setempat atau bahasa melayu sebagai bahasa keakrababnya, hal ini hanya untuk golongan kelas bawah sedangkan golongan kelas atas atau elit masih menggunakan bahasa daerahnya. Hal ini terjadi di karenakan orang Cina totok ini tak kala miskin datang ke Hindia Belanda, mereka menjadi pedagang eceran yang membuat mereka dekat dengan kaum pribumi. Tetapi ketika mereka mempunyai keturunan bahasa daerahnya sebagai bahasa keakraban yang digunakan di antaranya. Sedangkan golongan elit tidak menggunakan bahasa setempat di karenakan mereka jarang berhubungan langsung dengan masyarakat pribumi maka dari itu bahasa daerahnya sebagai bahasa keakrabannya. Tetapi lambat laun yang di sebabkan kemajuan kota Jambi dan banyaknya pendatang dari berbagai daerah membuat golongan elit memakai bahasa melayu dalam keakrabannya yang menggabungkan bahasa daerahnya dengan bahasa setempat.[2]
            Jadi menurut penulis bahasa keakraban yang di pakai oleh orang Tionghoa ini samalah dengan bahasa keakraban yang dipakai oleh daerah-darah yang ada di Jambi. Contohnya bahasa daerah sarolangun. Tebo, Kerinci, dll. Bahasa ini di gunakan di antara mereka saja ketika tidak ada lawan bicara di antara mereka. Maka dari itu janganlah mengaggap bahwa bahasa Cina adalah bahasa asing.
Bahasa solidaritas orang Tionghoa adalah yang di pakai oleh para anggota Komunitas Cina ketika berbicara satu sama lain tanpa mempedulikan perbedaan. Di lain pihak, di daerah-daerah di mana populasi pribumi menggunakan bahasa daerah, bahasa solidaritas orang Cina adalah bahasa melayu atau bahasa dimana mereka tinggal.[3]
            Penggunaan bahasa dari apa yang di katakan di atas tentang bahasa solidaritas yang di pakai oleh orang Tionghoa samalah dengan apa yang digunakan oleh orang Tionghoa yang berada di Jambi. Masyarakat Tionghoa yang berada di kota Jambi menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa solidaritas terhadap penduduk pribumi, dan dimanapun mereka tinggal orang tionghoa ini akan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa solidaritas, seperti di Jawa, masyarakat Tionghoa ini akan memakai bahasa Jawa dalam bahasa solidaritas kepada pribumi. Dan juga apabila mereka di Padang, sunda, kalimantan, termasuk Jambi dan di derah lainnya. Sesungguhnya dapat di katakan bahwa bagi dua atau lebih orang cina Indonesia, bahasa melayu berfungsi sebagai bahasa solidaritas.[4]





[1] Gungwu,wang. Cushman,Jennifer. 1991.Perubahan Identitas Orang Cina di Asia Selatan. Pustaka Utama Grafiti. Hal.134
[2] Wawancara. Thu-sin. Tehok. 9 September 2009.
[3] Gungwu,wang. Cushman,jenifer. Opcit.  Hal 135.
[4] Ibid. gungwu,wang.Cushman,Jenifer. Opcit. hlm 136

Komentar

Postingan Populer