Peningkatan Jiwa Patriotisme Melalui Pembelajaran Sejarah
PENINGKATAN JIWA
PATRIOTISME
MELALUI PEMBELAJARAN
SEJARAH
Oleh
Satriyo Pamungkas
Banyak
Negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik,
namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan tugas Negara yang penting.
Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat
dan dunia, tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci, dan tanpa kunci
itu usaha mereka akan gagal. Generasi muda banyak yang memberontak terhadap
metode-metode sistem pendidikan yang ada. Bahaya yang timubul dari keadaan
tersebut justru bahaya yang lebih fundamental yaitu lenyapnya sifat-sifat
perikemanusiaan, sendi-sendi kehidupan kehidupan berbangsa dan bernegara
menjadi hancur.[1]
Cita – cita bangsa Indonesia adalah
menjadi Negara besar, kuat, disegani, dan di hormati keberadaannya di
tengah-tengah bangsa di dunia. Semangat nasionalisme yang di miliki fouding father bangsa ini dalam
menegakkan dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia seakan - akan tidak
dapat di imbangi karena begitu banyak persoalan yang harus di selesaikan bangsa
ini, demikian juga halnya terhadap nilai-nilai kebangsaan dalam beberapa hal mulai
bergeser keluar dari norma – norma yang dijunjung tinggi bangsa.[2] Fenomena
merosotnya karakter berbangsa di tanah air dapat disebabkan lemahnya pendidikan
dalam meneruskan nilai-nilai kebangsaan pada alih generasi.[3]
Kesadaran nasionalisme bangkit pada
tahun 1908 dirintis oleh Budi Utomo, tokoh – tokohnya berasal dari berbagi suku
dan berjuang untuk mengembangkan berbagai bidang kehidupan secara keseluruhan.
Proses kebangkitan nasional berikutnya muncul
dari pemuda – pemudi dan salah satu hasinya adalah sumpah pemuda yang di
cetuskan tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta. Sejarah perjuangan yang panjang
akhirnya meledak dalam bentuk proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 setelah
berjuang lama dan memakan banyak korban.[4]
Dari
apa yang di jelaskan di atas pemuda Indonesia telah memiliki peranan penting
dalam mengubah perjalanan sejarah bangsa. Mulai dari sumpah pemuda tahun 1928
hingga era reformasi 1998. Semuanya tak lepas dari peran pemuda pada saat itu.
Semangat patriotisme generasi muda ini masih diperlukan kendati kemerdekaan republik
Indonesia telah di dapat. menjadi pertanyaan kita semua adalah bagaimana
generasi muda saat ini membuktikan patriotisme kepada Negara dan bangsa. Begitu
banyak perjuangan serta pengorbanan pemuda waktu itu untuk kemajuan dan
perubahan bagi Indonesia tetapi apa yang dilakukan pemuda saat ini.
Kenyataan
yang ada pada pemuda Indonesia saat ini ialah pemuda kita sudah banyak
kehilangan kesadaran, mereka terbawa dengan suasana perkembangan zaman yang
tidak berhasil mereka hadapi. Bentrok antar suku, ras dan agama, tawuran
pelajar sekolah maupun mahasiswa, serta rusaknya moral. Apa yang salah pada
bangsa ini, apakah pemerintahannya, sumber daya manusianya atau pendidikannya.
Di saat seperti inilah sejarah memaikan peranan yang besar melalui pendidikan
agar tercipta semagat patriotisme baru bagi pemuda Indonesia sekarang. Masalah
– masalah moral yang sekarang ini jauh lebih banyak dan lebih kompleks
dibandingkan dengan masalah-masalah moral yang terjadi pada masa-masa
sebelumnya. Mengingatkan bahwa salah satu sarana untuk membangun bangsa adalah
melalui pengetahuan sejarah dan kesadaran atas sejarah. Sayangnya, pelajaran
sejarah belum berfungsi dengan sesungguhnya, bahkan sebaliknya, pengetahuan
umum rakyat mengenai sejarah masih sangat kurang atau bahkan sama sekali tidak
ada.[5]
Pernyataan ini sekaligus menegaskan bahwa hingga saat ini penyelenggaraan mata
pelajaran sejarah pada tingkat sekolahan masih sangat sederhana. Prestasi yang
dicapai dalam proses pembelajaran sejarah masih belum maksimal.
Pendidikan
yang baik adalah pendidikan yang menyentuh aspek jiwa pada saat belajar.
Patriotisme membawa kemajuan bangsa apalagi dalam bidang pendidikan. Sikap
patriotisme, nasionalisme, dan hidup mandiri merupakan hal yang sangat penting.
Karena akan membawa kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa. Melalui pendidikan
diharapkan dapat mendidik sumber daya manusia ( SDM ) Indonesia sejak dini agar
memiliki jiwa patriotisme. Bangsa kita perlu merenungkan bagaimana dapat
menghentikan dan menyelamatkan bumi dan tanah air kita dari kehancuran. Sebab
karena kelemahan dari sebagian masyarakat telah menyebabkan kehilangan banyak
hal. Untuk itulah mulai dari sekarang kita harus berbenah diri, berusaha dan
berjuang, program ini harus ditanamkan pada anak sejak dini sehingga penerus
kita mampu bertindak sesuai dengan nuraninya dan mampu membangun bangsa tanpa
tergantung pada bangsa lain.[6]
Jika
kita perhatikan lebih jauh lagi bagaimana posisi mata pelajara sejarah di
kalangan siswa masih sangat memprihatinkan dan begitu banyak masalah yang dapat
menghambat prestasi dalam mata pelajaran sejarah tersebut. Setidaknya dapat di
simpulkan ada dua faktor yang mendasari semuanya, yakni ( 1 ) rendahnya
motivasi di kalangan siswa dalam proses pembelajaran sejarah, ( 2 ) langkanya
langkah-langkah inovatif yang memadai guna penyelenggaraan pembelajaran sejarah
sehingga tidak dapat mengimbangi pesatnya perubahan dalam perikehidupan sosial.
Menginggat
arti penting kesadaran sejarah bagi kelangsungan kehidupan kita dalam berbangsa
dan bernegara, maka pendidikan sejarah hendaknya menjadi wahana bagi proses
pembentukan kesadaran sejaran di kalangan penerus bangsa. Pelaksanaa pendidikan
sejarah haruslah di barengi dengan kesiapan para pendidik yang dibarengi dengan
kemampuan akademik, professional serta tanggung jawab yang tinggi dalam
menggemban amanah sebagai pendidik. Pendidikan sejarah yang di selenggarakan
seperti itu akan memungkinkan para pelajar untuk dapat memahami sejarah,
membangun kesadaran sejarah, serta pada gilirannya nanti dapat berfungsi
sebagai kesadaran semangat jiwa patriotisme generasi muda serta mencintai tanah
air dan bangsanya, mencintai kesatuan dan persatuan nasional, serta memegang
teguh kepribadian bangsa sehingga akan memberikan landasan dalam pergaulan
internasional yang bermanfaat.
Merebaknya
isu-isu yang beredar saat ini baik pada kalangan remaja maupun di dalam
masyarakat seperti penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang ( narkoba ),
tawuran pelajar, bentrok antar suku, perampokan, pemerkosaan perjudian dan
lain-lain, sudah menjadi masalah sosial yang saat ini masih belum dapat di
atasi secara tuntas. Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan masyarakat
khususnya para orang tua dan para guru, sebab pelaku beserta korbanya adalah
generasi muda yang akan meneruskan bangsa ini.[7]
Peran
tanggung jawab remaja tentunya tidak terlepas bagaimana kondisi kehidupan
remaja masa kini. Masihkah seorang remaja sadar terhadap peran dan tanggung
jawab di bahunya selaku generasi muda terhadap sebuah perubahan mendasar soal
kebaikan baik terhadap dirinya, agaman, bangsa dan Negara. Kurangnya pendidikan
moral di lingkungan keluarga, perhatian dan kasih saying orang tua, menjadi
faktor penyebab terjadinya berbagai bentuk kondisi negatif pergaulan remaja
masa kini, yang akrab di mata kita saat ini adalah dunia remaja merupakan dunia
huru-hara dan dunia suka-suka. Para remaja ini seolah lupa bahwa ia juga
memiliki tanggung jawab terhadap diri, lingkungan, Negara dan kepada Tuhannya.
Urusan Tuhan seolah seolah menjadi urusan orang tua, urusan Negara adalah
urusan politisi, urusan masyarakat seolah hanya tanggung jawab aparat
masyarakat. Namun di lain pihak kita juga masih menyaksikan ramainya para
pemuda dan remaja yang peduli akan tanggung jawab pada dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Ingatlah bagaimana reformasi di Indonesia tahun 1998 yang
cukup besar akan sebuah revolusi perbaikan sistem kehidupan sosial di tanah
air, hal ini adalah bentuk dari patriotisme. Patriotisme mempunyai arti dimana
adanya sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan
negara. Patriotisme sendiri berasal dari kata patriot dan isme yang berarti
sifat kepahlawanan, atau heroisme dan patriotisme dalam bahasa Inggris.
Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa raga.[8]
Sejarah
adalah salah satu bidang ilmu yang mutlak tak boleh di abaikan oleh siapa saja
yang menginginkan derap langkahnya untuk berkembang lebih maju. Ia adalah guru
pertama dalam berpijak, ia datang dalam figur dari kejadian demi kejadian
secara kronologis singkron dengan sirkulasi alam, ia dapat sebagai hikmah bagi
alam pikir manusia, mengapa dan untuk apa semua itu terjadi. Seperti apa yang
telah di ungkapkan seorang filsuf Yunani Historia Magistra Vitae ( Sejarah
Penuntun Hidup ) dan bapak pendiri Republik Indonesia Soekarno menyatakan
jangan pernah melupakan sejarah yang terkenal dengan sebutan Jas Merah. Dari
pernyataan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa sejarah sangat penting dalam
kehidupan manusia karena semua apa yang telah terjadi di lakukan akibat adanya
aktifitas manusia di muka bumi ini.
Belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
tingkah lakunya.[9] Belajar sejarah adalah salah satu pelajaran yang
berisikan pengalaman para pendahulu sehingga peserta didik mengetahui dan
menghargai apa yang sudah dilakukan oleh para pendahulunya dan membentuk jiwa
patriotisme, membentuk moral kepribadian bangsa berdasarkan Pancasila di kalangan
penerus bangsa dimana menurut perkataan mantan presiden pertama Indonesia
Soekarno yaitu Negara Yang Besar Adalah Negara Yang Mencintai Sejarahnya.[10]
Sedangkan istilah-istilah sejarah
dalam bahasa Barat seperti halnya history dalam bahasa Inggris, histoire dalam
bahasa Prancis, historia dalam bahasa Latin, bersumber dari kata benda istor
atau histor dalam bahasa Yunani dan berarti orang pandai atau bijak, Maka dari itu kita harus terus belajar sejarah agar
menjadi pribadi yang bijak saat mengambil keputusan,
dalam mengahadapi masalah – masalah yang terjadi serta
menghargai para pahlawan dan pendahulu kita saat berjuang menghadapi para
penjajah dengan semangat patriotism serta jiwa empat lima untuk mencapai kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan
sehingga kita bisa merasakan kehidupan yang nyaman seperti saat ini tanpa ada
jajahan dari pihak asing
Mengingat
manfaat dan kegunaan sejarah bagi kehidupan manusia, ironisnya terdapat fakta
lain yang menunjukan bahwa minat dan motifasi para pelajar di negeri ini untuk
belajar sejarah terbukti rendah, seperti yang dinyatakan Kartodirjo ( 1995 )
tentang keprihatinannya menyangkut rendahnya pengetahuan dan pemahaman generasi
muda terhadap sejarah nasional sehingga tidak dapat mengapresiasikan sejarah
nasionalnya sendiri.[11] Tentu
saja suatu peristiwa sejarah memang akan mampu mengundangn renungan, pemikiran,
pertanyaan, harapan, kecemasan, inspirasi serta antisipasi tertentu yang dapat
bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik bagi kehidupan saat ini maupun kehidupan
pada masa yang akan datang. Disini kita dapat menggaris bawahi bahwa sejarah
telah memberikan begitu banyak makna, meskipun tetap perlu di perhatikan bahwa
diperolehnya makna tersebut dari setiap peristiwa-peristiwa sejarah sangat
tergantung pada pendidik untuk mengkemas sebuah peristiwa sejarah yang akan
mengahsilkan makna kehidupan bagi persrta didik.
Pada
dasarnya, rendahnya motifasi di kalangan para pelajar seperti yang di sebutkan
di atas memberikan pengertian bahwa selama ini pembelajaran sejarah belum di
kemas secara serius sehingga kurang menarik perhatian di kalangan para pelajar.
Materi pembelajaran sejarah yang berkisar pada peristiwa yang berhubungan
dengan masalah apa ( what ), di mana (where), kapan (when), siapa (who),
mengapa (why), dan bagaimana (how) sering di sampaikan secara kering dan kurang
menyentuh pada dimensi nilai (value) dari pelajaran sejarah itu sendiri.[12]
Mengenai
sikap patriotisme masyarakat dan siswa masih sangat minim. Gambaran ini
tercermin dari banyaknya penyimpangan – penyimpangan yang dilakukan, yaitu
sebagai berikut ; (1) masih banyak siswa yang bolos sekolah, (2) banyak yang
tidak mencintai produk dalam negeri, (3) coretan-coretan kotor dimana-mana yang
merusak keindahan lingkungan, (4) masih banyak yang tidak mentaati peraturan
sekolah, (5) membuang sampah sembarangan, (6) perkelahian antar pelajar, (7)
perkelahian masyarakat yang di sebabkan oleh SARA. Banyak orang berpandangan
bahwa kondisi demikian diduga bermula dari apa yang di hasilkan oleh dunia
pendidikan. Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar memberikan konstribusi
terhadap situasi seperti ini. Mereka telah melewati sistem pendidikan selama
ini, mulai dari pendidikan dalam keluarga, lingkungan sekitar, dan pendidikan
sekolah, tetapi kurang memiliki kemampuan mengelola konflik dan kekacauan,
sehingga anak-anak dan remaja selalu menjadi korban konflik dan kekacauan
tersebut.[13]
Jika
anda menginggat kembali pelajaran sejarah yang anda peroleh di sekolah, anda
akan teringat kembali beberapa peristiwa pada masa lalu yang sangat
mengesankan. Lazimnya sebuah peristiwa, selain terkait dengan pertanyaan apa
yang terjadi, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana peristiwa tersebut terjadi,
juga menyangkut pertanyaan siapa para pelaku dalam peristiwa tersebut. Dari para
pelaku sejarah itulah kita mendapatkan tolak ukur tentang benar dan salah, baik
buruk, berhak dan benci, dermawan dan pelit, pahlawan dan penghianat, terpuji
dan tercela, merdeka dan terjajah, cinta dan benci, beradab dan biadab, berani
dan takut, dan beberapa tolak ukur moralitas lainnya yang berkaitan dengan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Kenyataan seperti ini menunjukan bahwa
sejarah bersentuhan langsung dengan pendidikan moral.[14]
Seperti
yang anda alami, dinegara kita sejarah telah diajarkan mulai dari jenjang
pendidikan dasar sampai pada jenjang pendidikan tinggi, jika kita perhatikan
kurikulum pendidikan nasional kita, sejak kurikulum 1975, 1984, 1994, hingga
sekarang yang di sempurnakan menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan ( KTSP
), kita akan mendapati suatu kenyataan bahwa sejarah dianggap memiliki peranan
penting sebagai wahana pembentukan jati diri dan karakter kebangsaan. Lalu
dengan kenyataan yang ada kita masyarakat kita banyak yang tidak tahu bagaimana
sejarah bangsanya sendiri, ini yang sangat memalukan bagi kita terutama para
pendidik.[15]
Maka muncul berbagai pertanyaan di antaranya, apakah pendidikan sejarah telah
menjadi wahana bagi generasi muda untuk menjadikan dirinya sadar akan identitas
bangsa dan semangat Patriotisme ? benarkah pendidikan sejarah yang selama ini
berlangsung telah berpengaruh bagi pembentukan jati diri dan karakter
kebangsaan di kalangan generasi penerus bangsa ? jawabanya berada pada ya atau
tidak. Untuk medapatkan jawabannya seorang pendidik harus bisa menggunakan
metode dan media yang dapat mebantu siswa dalam memahami makna dari peristiwa
sejarah, bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan dari otak guru tetapi lebih
dari sebuah makna yang terkadung di dalamnya.
Menurut
Kuntowidjoyo ( 1995: 24 ) secara umum sejarah mempunyai fungsi pendidikan
yaitu, pendidikan moral, penalaran, politik, kebijakan, masa depan, keindahan
dan ilmu bantu. Untuk menunjang fungsi strategi pendidikan sejarah tersebut, pembelajaran sejarah yang baik adalah
pembelajaran yang mampu menjadikan siswa cinta terhadap sejarah, karena sejarah
merupakan sumber inspirasi dan aspirasi
untuk masa kini dan mengahadapi tantangan masa depan.
Menurut
Taufik Abdullah dengan mempelajari sejarah orang dapat menghindari kegagalan
dan kesalahan yang sebelumnya pernah dilakukan serta menemukan sumber baru
untuk merumuskan visi masa depan. Untuk menunjang fungsi strategi pendidikan
sejarah tersebut, pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang mampu
menjadikan siswa cinta terhadap sejarah, karena sejarah merupakan sumber
inspirasi dan aspirasi untuk masa kini
dan mengahadapitantangan masa depan.[16]
Guru
sejarah di tuntut memiliki semangat dan gairah yang tinggi, kemampuan
melibatkan siswa kedalam tiga dimensi proses berfikir yaitu masa lampau, masa kini,
dan masa yang akan datangperan guru dalam memcapai keberhasilan dalam
pembelajaran sejarah berhubungan erat dengan 3 komponen yang saling berhubungan
dan saling mengisi yaitu, materi, metode dan media pembelajaran, oleh sebab itu
guru di tuntut agar senantiasa memperluas dan menambah wawasan serta mempunyai
keahlian tekhnologi dan kejelian kritis terhadap kurikulum agar tercapai
prestasi belajar siswa lebih baik .[17]
Dalam
keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiaatan
yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan
pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang di alami oleh
siswa sebagai anak didik. Pandangan atau teori tentang belajar menurut ahli
tertentu akan menentukan bagaimana seharusnya “ menciptakan “ belajar itu
sendiri, dan usaha itu lazimnya dikenal dengan mengajar.[18]
Dewasa
ini dalam proses belajar mengajar pada mata pelajaran sejarah yang terjadi di
sekolah- sekolah bahwa belajar sejarah merupakan suatu kegiatan mengahafal,
sejalan dengan pendapat ini guru merasa puas jika siswa-siswa telah sanggup
menghafal sejumlah peristiwa, tokoh, tempat kejadian dan kapan kejadian
peristiwa berlangsung tanpa memperhatikan proses belajar mengajar dalam
pembelajaran sejarah. Hal ini bertimbal balik dengan pandangan siswa-siswi di
sekolah yang merasa jenuh dengan proses belajar menghafal.
Menurut
Hamalik (2001), belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, yang
secara ideal harus mengacu pada tiga aspek yaitu kognitif (perubahan
pengetahuan), psikomotorik (perubahan keterampilan) dan afektif (perubahan
nilai dan sikap). Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda tentang
belajar, belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku. Belajar sejarah sangat berguna untuk
mendapatkan inspirasi dan semangat untuk mewujudkan identitas sebagai suatu
bangsa. Inspirasi yang digali dari pebelajar sejarah sejalan dengan semangat
nasionalisme dan patriotism, terutama untuk mengembangkan identitas kebangsaan.[19] Perubahan
yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya,
oleh karena itu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan
dalam arti belajar. Hasil belajar dapat dipengaruhi berbagai faktor kecakapan
dan ketangkasan belajar.
Dalam
proses pembelajaran sejarah bukan sekedar menghafal fakta-fakta melalui proses 3M :
mendengarkan, mencatat dan menghafal. Namun lebih dari itu sejarah seyogyanya
membimbing dan memotifasi siswa untuk mengambil hikmah kebijaksanaan untuk masa
kini dan masa depan, melalui refleksi kemasa lalu. Sejarah adalah guru
kehidupan yang akan membuat orang bersikap arif dan bijaksana. Menurut Taufik
Abdullah dengan mempelajari sejarah orang dapat menghindari kegagalan dan
kesalahan yang sebelumnya pernah dilakukan serta menemukan sumber baru untuk
merumuskan visi masa depan. Untuk
menunjang fungsi strategi pendidikan sejarah tersebut, pembelajaran sejarah
yang baik adalah pembelajaran yang mampu menjadikan siswa cinta terhadap
sejarah, karena sejarah merupakan sumber inspirasi dan aspirasi untuk masa kini dan mengahadapi
tantangan masa depan.[20]
Bagaimana
kita akan mempelajari sesuatu jika kita tidak yakin tentang kegunaannya.
Pertanyan serupa itu dapat kita arahkan pada saat kita akan mempelajari
sejarah. Bagaimana kita akan tertarik untuk mempelajari sejarah jika kita tidak
yakin tentang manfaat dan kegunaannya yang dapat di petik dari sejarah itu
sendiri. Fakta lain menunjukan bahwa minat dan motivasi para pelajar di negeri
ini dalam belajar sejarah terbukti rendah.[21]Hal
ini sangat perlu menambahkan motivasi pada siswa-siswa untuk menambah minat
belajar sejarah. Bagaimana caranya, itu semua tugas para guru untuk mengkaji
karakter siswa dalam proses belajar, apa mau siswa jagan apa mau guru karena
pada intinya yang belajar itu adalah siswa bukan gurunya.
Banyak
jalan menuju Roma. Anda telah mengenal pola umum belajar-mengajar. Mengajar
tradisional ialah guru menyajikan ceramah yang memberi informasi kepada
sekelompok siswa, berbicara secara informal, menulis di papan,
mendemonstrasikan, dan menunjukan alat peraga. Siswa bekerja secara individual
dengan membaca buku ajar, memecahkan soal, menulis laporan, menggunakan
perpustakaan, bekerja di lab atau bengkel dan mungkin menonton film atau
mendengarkan rekaman. Interaksi antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa ialah
dalam diskusi, kegiatan kelompok kecil, proyek.[22]
Dari
apa yang telah di uraikan di atas terdapat beberapa masalah mengenai lemahnya
jiwa patriotisme yang di karenakan kurang pemahaman, kegunaan serta makna dari sejarah.
Untuk maksud itulah pada kesempatan ini penuis mengajukan judul Meningkatkan Patriotisme Melalui
Pembelajaran Sejarah Sejarah.
Menurut
Richey dalam Syam (986:53) pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas dari pada
proses yang berlansung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas
sosial yang essensial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang.
Kemudian ditegaskan oleh ( Lodge dalam Syam 1986:55) Dalam pengertian
yang lebih sempit pendidikan dibatasi
pada fungsi tertentu di dalam masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat
istiadat (tradisi) dengan latar belakang sosialnya, pandangan masyarakat
generasi berikutnya, dan demikian seterusnya.
Menurut
Kuntowidjoyo secara umum sejarah mempunyai fungsi pendidikan yaitu, pendidikan
moral, penalaran, politik, kebijakan, cinta tanah air, masa depan, keindahan
dan ilmu bantu.[23] Untuk menunjang fungsi strategi
pendidikan sejarah tersebut, pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran
yang mampu menjadikan siswa cinta terhadap sejarah, karena sejarah merupakan
sumber inspirasi dan aspirasi untuk masa
kini dan mengahadapi tantangan
masa depan.
Menurut
Taufik Abdullah dengan mempelajari sejarah orang dapat menghindari kegagalan
dan kesalahan yang sebelumnya pernah dilakukan serta menemukan sumber baru
untuk merumuskan visi masa depan. Untuk
menunjang fungsi strategi pendidikan sejarah tersebut, pembelajaran sejarah
yang baik adalah pembelajaran yang mampu menjadikan siswa cinta terhadap
sejarah, karena sejarah merupakan sumber inspirasi dan aspirasi untuk masa kini dan
mengahadapitantangan masa depan.[24]
Guru sejarah di tuntut memiliki semangat dan gairah yang
tinggi, kemampuan melibatkan siswa kedalam tiga dimensi proses berfikir yaitu
masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datangperan guru dalam memcapai
keberhasilan dalam pembelajaran sejarah berhubungan erat dengan 3 komponen yang
saling berhubungan dan saling mengisi yaitu, materi, metode dan media
pembelajaran, oleh sebab itu guru di tuntut agar senantiasa memperluas dan
menambah wawasan serta mempunyai keahlian tekhnologi dan kejelian kritis terhadap
kurikulum agar tercapai prestasi belajar siswa lebih baik.[25]
Menurut
pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkunganya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, perubahan - perubahan tersebut akan nyata dalam
seluruh aspek tingkah laku. Jika demikian, apakah ciri-ciri perubahan tingkah
laku dalam pengertian belajar :
1. Perubahan Terjadi Secara Sadar
Ini berarti seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya
perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu
perubahan dalam dirinya.
2. Perubahan Dalam Belajar Bersifat Kontiniuw Dan Fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi
dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis.
3. Perubahan Dalam Belajar Bersifat Positif
Dan Aktif
Dalam perbuatan belajar, perbuatan-perbuatan itu
bersifat bertambah dan tertuju umtuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya.
4. Perubahan Dalam Belajar Bukan Bersifat
Sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer
terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti, berkeringat, keluar air mata,
bersin, menangis, dan sebagainya, tidak dapat di golongkan sebagai perubahan
dalam arti belajar.
5. Perubahan Dalam Belajar Bertujuan Atau
Terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu
terjadi karena ada yang akan di capai.
6. Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah
Laku
Perubahan yang di capai seseorang setelah melaui
suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku.
Daftar Pustaka
Arikunto
Suharsimin. 1989. Prosedur Penelitian.
Jakarta : Rinecco Cipta
Abdulalah taufik,
dkk. 2010. SEJARAH : Pemikiran, Rekontruksi, Persepsi. MSI
( Masyarakat Sejarah
Indonesia )
Alasdair Macintyre.1995. Is Patriotisme a Virtue ?. state university of new York press. Pp.209-228. Terjemahan ali. 1998 : 232
PT Jakarta Pers
Budiningsih,
Asri, C. 2008. Pembelajaran Moral:
Berpijak Pada Karakteristik Siswa Dan Budayanya.cet.I. Rieneka Cipta.
Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian
Kualitatif. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta
Bungin. B. 2007. Penelitian
Kualitatif. PT Rajagarfindo Persada : Jakarta.
Dimiyati dan
Mudiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta : Rinecco Cipta
Rosdakarya Mulyono. 1985. Penelitian Kualitatif.
Prenada Media Group: Jakarta
Moleong, Lexy,J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Muhammad Arif. 2011. Pengantar Kajian Sejarah. Cet.I. Bandung: Yrama Widya.
Slameto, 2010. Belajar dan Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi. Jakarta : PT Rineka Cipta
[1]
Dr. C. Asri Budiningsih. 2008. Belajar
Dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Hal. 1
[2]Prof
.Dr. Priyatno. 2011. Pendidikan Karakter Dalam Pembangunan Bangsa. PT.
Gramedia. Hal. 1
[3]
Ibid. Priyatno. 2011.
[4]Prof.
Kansil. 2011. Empat Pilar Berbangsa Dan Bernegara. PT. Rieneka Cipta. Hal 36
[5] Muhammad Arif. 2011. Pengantar
Kajian Sejarah. Cet.I. Bandung: Yrama Widya. Hal. 127
[6]
. http:// Muhammad Banu Adam.
Patriotisme Indonesia. 2009. Di akses tgl 8 April 2012
[7] Dr.C. Asri Budiningsih. Pembelajaran Moral: Berpijak Pada
Karakteristik Siswa Dan Budayanya.cet.I. 2008:1
[8] Alasdair
Macintyre.1995. Is Patriotisme a Virtue ?.
state university of new York press.
Pp.209-228. Terjemahan ali. 1998 : 232 PT Jakarta Pers
[9]
Slameto. Belajar Dan Faktor Yang
Mempengaruhinya. PT Rieneka Cipta. 2010: 2
[10] Dimiyati dan Mudiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Rinecco Cipta. 1999 : 17
[11] Arif. Loc. Cit. 2011 : 14
[12]
Ibid. Muhammad Arif. 2011 : 127
[13]
Ibid. Dr.C. Asri Budiningsih. 2008:1
[14]
Arif. Loc.cit. 2011 : 27
[15]
Ibid. Arif. 2011 : 1
[16] Taufik Abdullah. SEJARAH : Pemikiran,
Rekontruksi,
Persepsi.
MSI ( Masyarakat Sejarah Indonesia
) 2010 : 23
[17] Ibid. Taufik Abdullah. 2010 : 4
[18]
Drs. Slameto. Belajar dan faktor – faktor yang mempengaruhinya. Rineka
Cipta.cet, 5. 2010 : 1
[19]
Ibid. Arif. 2011:17
[21]
Op.cit. Arif 2011 : 14
[22]
Dr. Mukhtar dan Martinis. Metode Pembelajaran Yang Berhasil. CV. Sasama Mitra
Sukses. 2001 : 7.
[23]
Ibid. Arikunto. 1995 : 24
[24]
Ibid. Abdullah. 2010 : hal 23
[25]
Ibid. Abdullah. 2010 : hal 27
Komentar
Posting Komentar