Peningkatan Jiwa Patriotisme Melalui Pembelajaran Sejarah

PENINGKATAN JIWA PATRIOTISME
MELALUI PEMBELAJARAN SEJARAH
Oleh
Satriyo Pamungkas


            Banyak Negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik, namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan tugas Negara yang penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia, tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci, dan tanpa kunci itu usaha mereka akan gagal. Generasi muda banyak yang memberontak terhadap metode-metode sistem pendidikan yang ada. Bahaya yang timubul dari keadaan tersebut justru bahaya yang lebih fundamental yaitu lenyapnya sifat-sifat perikemanusiaan, sendi-sendi kehidupan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi hancur.[1]
            Cita – cita bangsa Indonesia adalah menjadi Negara besar, kuat, disegani, dan di hormati keberadaannya di tengah-tengah bangsa di dunia. Semangat nasionalisme yang di miliki fouding father bangsa ini dalam menegakkan dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia seakan - akan tidak dapat di imbangi karena begitu banyak persoalan yang harus di selesaikan bangsa ini, demikian juga halnya terhadap nilai-nilai kebangsaan dalam beberapa hal mulai bergeser keluar dari norma – norma yang dijunjung tinggi bangsa.[2] Fenomena merosotnya karakter berbangsa di tanah air dapat disebabkan lemahnya pendidikan dalam meneruskan nilai-nilai kebangsaan pada alih generasi.[3]
            Kesadaran nasionalisme bangkit pada tahun 1908 dirintis oleh Budi Utomo, tokoh – tokohnya berasal dari berbagi suku dan berjuang untuk mengembangkan berbagai bidang kehidupan secara keseluruhan. Proses  kebangkitan nasional berikutnya muncul dari pemuda – pemudi dan salah satu hasinya adalah sumpah pemuda yang di cetuskan tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta. Sejarah perjuangan yang panjang akhirnya meledak dalam bentuk proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 setelah berjuang lama dan memakan banyak korban.[4]
Dari apa yang di jelaskan di atas pemuda Indonesia telah memiliki peranan penting dalam mengubah perjalanan sejarah bangsa. Mulai dari sumpah pemuda tahun 1928 hingga era reformasi 1998. Semuanya tak lepas dari peran pemuda pada saat itu. Semangat patriotisme generasi muda ini masih diperlukan kendati kemerdekaan republik Indonesia telah di dapat. menjadi pertanyaan kita semua adalah bagaimana generasi muda saat ini membuktikan patriotisme kepada Negara dan bangsa. Begitu banyak perjuangan serta pengorbanan pemuda waktu itu untuk kemajuan dan perubahan bagi Indonesia tetapi apa yang dilakukan pemuda saat ini.
Kenyataan yang ada pada pemuda Indonesia saat ini ialah pemuda kita sudah banyak kehilangan kesadaran, mereka terbawa dengan suasana perkembangan zaman yang tidak berhasil mereka hadapi. Bentrok antar suku, ras dan agama, tawuran pelajar sekolah maupun mahasiswa, serta rusaknya moral. Apa yang salah pada bangsa ini, apakah pemerintahannya, sumber daya manusianya atau pendidikannya. Di saat seperti inilah sejarah memaikan peranan yang besar melalui pendidikan agar tercipta semagat patriotisme baru bagi pemuda Indonesia sekarang. Masalah – masalah moral yang sekarang ini jauh lebih banyak dan lebih kompleks dibandingkan dengan masalah-masalah moral yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Mengingatkan bahwa salah satu sarana untuk membangun bangsa adalah melalui pengetahuan sejarah dan kesadaran atas sejarah. Sayangnya, pelajaran sejarah belum berfungsi dengan sesungguhnya, bahkan sebaliknya, pengetahuan umum rakyat mengenai sejarah masih sangat kurang atau bahkan sama sekali tidak ada.[5] Pernyataan ini sekaligus menegaskan bahwa hingga saat ini penyelenggaraan mata pelajaran sejarah pada tingkat sekolahan masih sangat sederhana. Prestasi yang dicapai dalam proses pembelajaran sejarah masih belum maksimal.
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menyentuh aspek jiwa pada saat belajar. Patriotisme membawa kemajuan bangsa apalagi dalam bidang pendidikan. Sikap patriotisme, nasionalisme, dan hidup mandiri merupakan hal yang sangat penting. Karena akan membawa kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa. Melalui pendidikan diharapkan dapat mendidik sumber daya manusia ( SDM ) Indonesia sejak dini agar memiliki jiwa patriotisme. Bangsa kita perlu merenungkan bagaimana dapat menghentikan dan menyelamatkan bumi dan tanah air kita dari kehancuran. Sebab karena kelemahan dari sebagian masyarakat telah menyebabkan kehilangan banyak hal. Untuk itulah mulai dari sekarang kita harus berbenah diri, berusaha dan berjuang, program ini harus ditanamkan pada anak sejak dini sehingga penerus kita mampu bertindak sesuai dengan nuraninya dan mampu membangun bangsa tanpa tergantung pada bangsa lain.[6]
Jika kita perhatikan lebih jauh lagi bagaimana posisi mata pelajara sejarah di kalangan siswa masih sangat memprihatinkan dan begitu banyak masalah yang dapat menghambat prestasi dalam mata pelajaran sejarah tersebut. Setidaknya dapat di simpulkan ada dua faktor yang mendasari semuanya, yakni ( 1 ) rendahnya motivasi di kalangan siswa dalam proses pembelajaran sejarah, ( 2 ) langkanya langkah-langkah inovatif yang memadai guna penyelenggaraan pembelajaran sejarah sehingga tidak dapat mengimbangi pesatnya perubahan dalam perikehidupan sosial.
Menginggat arti penting kesadaran sejarah bagi kelangsungan kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara, maka pendidikan sejarah hendaknya menjadi wahana bagi proses pembentukan kesadaran sejaran di kalangan penerus bangsa. Pelaksanaa pendidikan sejarah haruslah di barengi dengan kesiapan para pendidik yang dibarengi dengan kemampuan akademik, professional serta tanggung jawab yang tinggi dalam menggemban amanah sebagai pendidik. Pendidikan sejarah yang di selenggarakan seperti itu akan memungkinkan para pelajar untuk dapat memahami sejarah, membangun kesadaran sejarah, serta pada gilirannya nanti dapat berfungsi sebagai kesadaran semangat jiwa patriotisme generasi muda serta mencintai tanah air dan bangsanya, mencintai kesatuan dan persatuan nasional, serta memegang teguh kepribadian bangsa sehingga akan memberikan landasan dalam pergaulan internasional yang bermanfaat.
Merebaknya isu-isu yang beredar saat ini baik pada kalangan remaja maupun di dalam masyarakat seperti penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang ( narkoba ), tawuran pelajar, bentrok antar suku, perampokan, pemerkosaan perjudian dan lain-lain, sudah menjadi masalah sosial yang saat ini masih belum dapat di atasi secara tuntas. Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan masyarakat khususnya para orang tua dan para guru, sebab pelaku beserta korbanya adalah generasi muda yang akan meneruskan bangsa ini.[7]
Peran tanggung jawab remaja tentunya tidak terlepas bagaimana kondisi kehidupan remaja masa kini. Masihkah seorang remaja sadar terhadap peran dan tanggung jawab di bahunya selaku generasi muda terhadap sebuah perubahan mendasar soal kebaikan baik terhadap dirinya, agaman, bangsa dan Negara. Kurangnya pendidikan moral di lingkungan keluarga, perhatian dan kasih saying orang tua, menjadi faktor penyebab terjadinya berbagai bentuk kondisi negatif pergaulan remaja masa kini, yang akrab di mata kita saat ini adalah dunia remaja merupakan dunia huru-hara dan dunia suka-suka. Para remaja ini seolah lupa bahwa ia juga memiliki tanggung jawab terhadap diri, lingkungan, Negara dan kepada Tuhannya. Urusan Tuhan seolah seolah menjadi urusan orang tua, urusan Negara adalah urusan politisi, urusan masyarakat seolah hanya tanggung jawab aparat masyarakat. Namun di lain pihak kita juga masih menyaksikan ramainya para pemuda dan remaja yang peduli akan tanggung jawab pada dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Ingatlah bagaimana reformasi di Indonesia tahun 1998 yang cukup besar akan sebuah revolusi perbaikan sistem kehidupan sosial di tanah air, hal ini adalah bentuk dari patriotisme. Patriotisme mempunyai arti dimana adanya sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Patriotisme sendiri berasal dari kata patriot dan isme yang berarti sifat kepahlawanan, atau heroisme dan patriotisme dalam bahasa Inggris. Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa raga.[8]
Sejarah adalah salah satu bidang ilmu yang mutlak tak boleh di abaikan oleh siapa saja yang menginginkan derap langkahnya untuk berkembang lebih maju. Ia adalah guru pertama dalam berpijak, ia datang dalam figur dari kejadian demi kejadian secara kronologis singkron dengan sirkulasi alam, ia dapat sebagai hikmah bagi alam pikir manusia, mengapa dan untuk apa semua itu terjadi. Seperti apa yang telah di ungkapkan seorang filsuf Yunani Historia Magistra Vitae ( Sejarah Penuntun Hidup ) dan bapak pendiri Republik Indonesia Soekarno menyatakan jangan pernah melupakan sejarah yang terkenal dengan sebutan Jas Merah. Dari pernyataan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa sejarah sangat penting dalam kehidupan manusia karena semua apa yang telah terjadi di lakukan akibat adanya aktifitas manusia di muka bumi ini.
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan tingkah lakunya.[9] Belajar sejarah adalah salah satu pelajaran yang berisikan pengalaman para pendahulu sehingga peserta didik mengetahui dan menghargai apa yang sudah dilakukan oleh para pendahulunya dan membentuk jiwa patriotisme, membentuk moral kepribadian bangsa berdasarkan Pancasila di kalangan penerus bangsa dimana menurut perkataan mantan presiden pertama Indonesia Soekarno yaitu Negara Yang Besar Adalah Negara Yang Mencintai Sejarahnya.[10]
Sedangkan istilah-istilah sejarah dalam bahasa Barat seperti halnya history dalam bahasa Inggris, histoire dalam bahasa Prancis, historia dalam bahasa Latin, bersumber dari kata benda istor atau histor dalam bahasa Yunani dan berarti orang pandai atau bijak, Maka dari itu kita harus terus belajar sejarah agar menjadi pribadi yang bijak saat mengambil keputusan, dalam mengahadapi masalah – masalah yang terjadi serta menghargai para pahlawan dan pendahulu kita saat berjuang menghadapi para penjajah dengan semangat patriotism serta jiwa empat lima untuk mencapai kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan sehingga kita bisa merasakan kehidupan yang nyaman seperti saat ini tanpa ada jajahan dari pihak asing
Mengingat manfaat dan kegunaan sejarah bagi kehidupan manusia, ironisnya terdapat fakta lain yang menunjukan bahwa minat dan motifasi para pelajar di negeri ini untuk belajar sejarah terbukti rendah, seperti yang dinyatakan Kartodirjo ( 1995 ) tentang keprihatinannya menyangkut rendahnya pengetahuan dan pemahaman generasi muda terhadap sejarah nasional sehingga tidak dapat mengapresiasikan sejarah nasionalnya sendiri.[11] Tentu saja suatu peristiwa sejarah memang akan mampu mengundangn renungan, pemikiran, pertanyaan, harapan, kecemasan, inspirasi serta antisipasi tertentu yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik bagi kehidupan saat ini maupun kehidupan pada masa yang akan datang. Disini kita dapat menggaris bawahi bahwa sejarah telah memberikan begitu banyak makna, meskipun tetap perlu di perhatikan bahwa diperolehnya makna tersebut dari setiap peristiwa-peristiwa sejarah sangat tergantung pada pendidik untuk mengkemas sebuah peristiwa sejarah yang akan mengahsilkan makna kehidupan bagi persrta didik.
Pada dasarnya, rendahnya motifasi di kalangan para pelajar seperti yang di sebutkan di atas memberikan pengertian bahwa selama ini pembelajaran sejarah belum di kemas secara serius sehingga kurang menarik perhatian di kalangan para pelajar. Materi pembelajaran sejarah yang berkisar pada peristiwa yang berhubungan dengan masalah apa ( what ), di mana (where), kapan (when), siapa (who), mengapa (why), dan bagaimana (how) sering di sampaikan secara kering dan kurang menyentuh pada dimensi nilai (value) dari pelajaran sejarah itu sendiri.[12]
Mengenai sikap patriotisme masyarakat dan siswa masih sangat minim. Gambaran ini tercermin dari banyaknya penyimpangan – penyimpangan yang dilakukan, yaitu sebagai berikut ; (1) masih banyak siswa yang bolos sekolah, (2) banyak yang tidak mencintai produk dalam negeri, (3) coretan-coretan kotor dimana-mana yang merusak keindahan lingkungan, (4) masih banyak yang tidak mentaati peraturan sekolah, (5) membuang sampah sembarangan, (6) perkelahian antar pelajar, (7) perkelahian masyarakat yang di sebabkan oleh SARA. Banyak orang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga bermula dari apa yang di hasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar memberikan konstribusi terhadap situasi seperti ini. Mereka telah melewati sistem pendidikan selama ini, mulai dari pendidikan dalam keluarga, lingkungan sekitar, dan pendidikan sekolah, tetapi kurang memiliki kemampuan mengelola konflik dan kekacauan, sehingga anak-anak dan remaja selalu menjadi korban konflik dan kekacauan tersebut.[13]
Jika anda menginggat kembali pelajaran sejarah yang anda peroleh di sekolah, anda akan teringat kembali beberapa peristiwa pada masa lalu yang sangat mengesankan. Lazimnya sebuah peristiwa, selain terkait dengan pertanyaan apa yang terjadi, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana peristiwa tersebut terjadi, juga menyangkut pertanyaan siapa para pelaku dalam peristiwa tersebut. Dari para pelaku sejarah itulah kita mendapatkan tolak ukur tentang benar dan salah, baik buruk, berhak dan benci, dermawan dan pelit, pahlawan dan penghianat, terpuji dan tercela, merdeka dan terjajah, cinta dan benci, beradab dan biadab, berani dan takut, dan beberapa tolak ukur moralitas lainnya yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kenyataan seperti ini menunjukan bahwa sejarah bersentuhan langsung dengan pendidikan moral.[14]
Seperti yang anda alami, dinegara kita sejarah telah diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pada jenjang pendidikan tinggi, jika kita perhatikan kurikulum pendidikan nasional kita, sejak kurikulum 1975, 1984, 1994, hingga sekarang yang di sempurnakan menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan ( KTSP ), kita akan mendapati suatu kenyataan bahwa sejarah dianggap memiliki peranan penting sebagai wahana pembentukan jati diri dan karakter kebangsaan. Lalu dengan kenyataan yang ada kita masyarakat kita banyak yang tidak tahu bagaimana sejarah bangsanya sendiri, ini yang sangat memalukan bagi kita terutama para pendidik.[15] Maka muncul berbagai pertanyaan di antaranya, apakah pendidikan sejarah telah menjadi wahana bagi generasi muda untuk menjadikan dirinya sadar akan identitas bangsa dan semangat Patriotisme ? benarkah pendidikan sejarah yang selama ini berlangsung telah berpengaruh bagi pembentukan jati diri dan karakter kebangsaan di kalangan generasi penerus bangsa ? jawabanya berada pada ya atau tidak. Untuk medapatkan jawabannya seorang pendidik harus bisa menggunakan metode dan media yang dapat mebantu siswa dalam memahami makna dari peristiwa sejarah, bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan dari otak guru tetapi lebih dari sebuah makna yang terkadung di dalamnya.
Menurut Kuntowidjoyo ( 1995: 24 ) secara umum sejarah mempunyai fungsi pendidikan yaitu, pendidikan moral, penalaran, politik, kebijakan, masa depan, keindahan dan ilmu bantu. Untuk menunjang fungsi strategi pendidikan sejarah tersebut, pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang mampu menjadikan siswa cinta terhadap sejarah, karena sejarah merupakan sumber inspirasi  dan aspirasi untuk masa kini dan mengahadapi tantangan masa depan.
Menurut Taufik Abdullah dengan mempelajari sejarah orang dapat menghindari kegagalan dan kesalahan yang sebelumnya pernah dilakukan serta menemukan sumber baru untuk merumuskan visi masa depan. Untuk menunjang fungsi strategi pendidikan sejarah tersebut, pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang mampu menjadikan siswa cinta terhadap sejarah, karena sejarah merupakan sumber inspirasi  dan aspirasi untuk masa kini dan mengahadapitantangan masa depan.[16]
Guru sejarah di tuntut memiliki semangat dan gairah yang tinggi, kemampuan melibatkan siswa kedalam tiga dimensi proses berfikir yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datangperan guru dalam memcapai keberhasilan dalam pembelajaran sejarah berhubungan erat dengan 3 komponen yang saling berhubungan dan saling mengisi yaitu, materi, metode dan media pembelajaran, oleh sebab itu guru di tuntut agar senantiasa memperluas dan menambah wawasan serta mempunyai keahlian tekhnologi dan kejelian kritis terhadap kurikulum agar tercapai prestasi belajar siswa lebih baik .[17]
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiaatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang di alami oleh siswa sebagai anak didik. Pandangan atau teori tentang belajar menurut ahli tertentu akan menentukan bagaimana seharusnya “ menciptakan “ belajar itu sendiri, dan usaha itu lazimnya dikenal dengan mengajar.[18]
Dewasa ini dalam proses belajar mengajar pada mata pelajaran sejarah yang terjadi di sekolah- sekolah bahwa belajar sejarah merupakan suatu kegiatan mengahafal, sejalan dengan pendapat ini guru merasa puas jika siswa-siswa telah sanggup menghafal sejumlah peristiwa, tokoh, tempat kejadian dan kapan kejadian peristiwa berlangsung tanpa memperhatikan proses belajar mengajar dalam pembelajaran sejarah. Hal ini bertimbal balik dengan pandangan siswa-siswi di sekolah yang merasa jenuh dengan proses belajar menghafal.
Menurut Hamalik (2001), belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, yang secara ideal harus mengacu pada tiga aspek yaitu kognitif (perubahan pengetahuan), psikomotorik (perubahan keterampilan) dan afektif (perubahan nilai dan sikap). Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda tentang belajar, belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku. Belajar sejarah sangat berguna untuk mendapatkan inspirasi dan semangat untuk mewujudkan identitas sebagai suatu bangsa. Inspirasi yang digali dari pebelajar sejarah sejalan dengan semangat nasionalisme dan patriotism, terutama untuk mengembangkan identitas kebangsaan.[19] Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya, oleh karena itu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Hasil belajar dapat dipengaruhi berbagai faktor kecakapan dan ketangkasan belajar.
Dalam proses pembelajaran sejarah bukan sekedar menghafal fakta-fakta melalui proses 3M : mendengarkan, mencatat dan menghafal. Namun lebih dari itu sejarah seyogyanya membimbing dan memotifasi siswa untuk mengambil hikmah kebijaksanaan untuk masa kini dan masa depan, melalui refleksi kemasa lalu. Sejarah adalah guru kehidupan yang akan membuat orang bersikap arif dan bijaksana. Menurut Taufik Abdullah dengan mempelajari sejarah orang dapat menghindari kegagalan dan kesalahan yang sebelumnya pernah dilakukan serta menemukan sumber baru untuk merumuskan visi masa depan. Untuk menunjang fungsi strategi pendidikan sejarah tersebut, pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang mampu menjadikan siswa cinta terhadap sejarah, karena sejarah merupakan sumber inspirasi  dan aspirasi untuk masa kini dan mengahadapi tantangan masa depan.[20]
Bagaimana kita akan mempelajari sesuatu jika kita tidak yakin tentang kegunaannya. Pertanyan serupa itu dapat kita arahkan pada saat kita akan mempelajari sejarah. Bagaimana kita akan tertarik untuk mempelajari sejarah jika kita tidak yakin tentang manfaat dan kegunaannya yang dapat di petik dari sejarah itu sendiri. Fakta lain menunjukan bahwa minat dan motivasi para pelajar di negeri ini dalam belajar sejarah terbukti rendah.[21]Hal ini sangat perlu menambahkan motivasi pada siswa-siswa untuk menambah minat belajar sejarah. Bagaimana caranya, itu semua tugas para guru untuk mengkaji karakter siswa dalam proses belajar, apa mau siswa jagan apa mau guru karena pada intinya yang belajar itu adalah siswa bukan gurunya.
Banyak jalan menuju Roma. Anda telah mengenal pola umum belajar-mengajar. Mengajar tradisional ialah guru menyajikan ceramah yang memberi informasi kepada sekelompok siswa, berbicara secara informal, menulis di papan, mendemonstrasikan, dan menunjukan alat peraga. Siswa bekerja secara individual dengan membaca buku ajar, memecahkan soal, menulis laporan, menggunakan perpustakaan, bekerja di lab atau bengkel dan mungkin menonton film atau mendengarkan rekaman. Interaksi antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa ialah dalam diskusi, kegiatan kelompok kecil, proyek.[22]
Dari apa yang telah di uraikan di atas terdapat beberapa masalah mengenai lemahnya jiwa patriotisme yang di karenakan kurang pemahaman, kegunaan serta makna dari sejarah. Untuk maksud itulah pada kesempatan ini penuis mengajukan judul Meningkatkan Patriotisme Melalui Pembelajaran Sejarah Sejarah.
Menurut Richey dalam Syam (986:53) pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas dari pada proses yang berlansung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang essensial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Kemudian ditegaskan oleh ( Lodge dalam Syam 1986:55) Dalam pengertian yang lebih sempit pendidikan  dibatasi pada fungsi tertentu di dalam masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat istiadat (tradisi) dengan latar belakang sosialnya, pandangan masyarakat generasi berikutnya, dan demikian seterusnya.
Menurut Kuntowidjoyo secara umum sejarah mempunyai fungsi pendidikan yaitu, pendidikan moral, penalaran, politik, kebijakan, cinta tanah air, masa depan, keindahan dan ilmu bantu.[23] Untuk menunjang fungsi strategi pendidikan sejarah tersebut, pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang mampu menjadikan siswa cinta terhadap sejarah, karena sejarah merupakan sumber inspirasi  dan aspirasi untuk masa kini dan mengahadapi tantangan masa depan.
Menurut Taufik Abdullah dengan mempelajari sejarah orang dapat menghindari kegagalan dan kesalahan yang sebelumnya pernah dilakukan serta menemukan sumber baru untuk merumuskan visi masa depan. Untuk menunjang fungsi strategi pendidikan sejarah tersebut, pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang mampu menjadikan siswa cinta terhadap sejarah, karena sejarah merupakan sumber inspirasi  dan aspirasi untuk masa kini dan mengahadapitantangan masa depan.[24]
Guru sejarah di tuntut memiliki semangat dan gairah yang tinggi, kemampuan melibatkan siswa kedalam tiga dimensi proses berfikir yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datangperan guru dalam memcapai keberhasilan dalam pembelajaran sejarah berhubungan erat dengan 3 komponen yang saling berhubungan dan saling mengisi yaitu, materi, metode dan media pembelajaran, oleh sebab itu guru di tuntut agar senantiasa memperluas dan menambah wawasan serta mempunyai keahlian tekhnologi dan kejelian kritis terhadap kurikulum agar tercapai prestasi belajar siswa lebih baik.[25]
            Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkunganya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, perubahan - perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Jika demikian, apakah ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar :
1.    Perubahan Terjadi Secara Sadar
Ini berarti seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
2.    Perubahan Dalam Belajar Bersifat Kontiniuw Dan Fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis.
3.    Perubahan Dalam Belajar Bersifat Positif Dan Aktif
Dalam perbuatan belajar, perbuatan-perbuatan itu bersifat bertambah dan tertuju umtuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
4.    Perubahan Dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti, berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis, dan sebagainya, tidak dapat di golongkan sebagai perubahan dalam arti belajar.
5.    Perubahan Dalam Belajar Bertujuan Atau Terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada yang akan di capai.
6.    Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku
Perubahan yang di capai seseorang setelah melaui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku.


Daftar Pustaka
Arikunto Suharsimin. 1989. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rinecco Cipta
Abdulalah taufik, dkk. 2010. SEJARAH : Pemikiran, Rekontruksi, Persepsi. MSI   ( Masyarakat Sejarah Indonesia )
Alasdair Macintyre.1995. Is Patriotisme a Virtue ?. state university of new York  press. Pp.209-228. Terjemahan ali. 1998 : 232 PT Jakarta Pers
Budiningsih, Asri, C. 2008. Pembelajaran Moral: Berpijak Pada Karakteristik Siswa Dan Budayanya.cet.I. Rieneka Cipta.
Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta
Bungin. B. 2007. Penelitian Kualitatif. PT Rajagarfindo Persada : Jakarta.
Dimiyati dan Mudiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rinecco Cipta
Rosdakarya Mulyono. 1985. Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta
Moleong, Lexy,J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Muhammad Arif. 2011. Pengantar Kajian Sejarah. Cet.I. Bandung: Yrama Widya.
Slameto, 2010. Belajar dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta : PT Rineka Cipta




[1] Dr. C. Asri Budiningsih. 2008.  Belajar Dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Hal. 1
[2]Prof .Dr. Priyatno. 2011. Pendidikan Karakter Dalam Pembangunan Bangsa. PT. Gramedia. Hal. 1
[3] Ibid. Priyatno. 2011.
[4]Prof. Kansil. 2011. Empat Pilar Berbangsa Dan Bernegara. PT. Rieneka Cipta. Hal 36
[5] Muhammad Arif. 2011.  Pengantar Kajian Sejarah. Cet.I. Bandung: Yrama Widya. Hal. 127
[6] .  http:// Muhammad Banu Adam. Patriotisme Indonesia. 2009. Di akses tgl 8 April 2012
[7] Dr.C. Asri Budiningsih. Pembelajaran Moral: Berpijak Pada Karakteristik Siswa Dan Budayanya.cet.I. 2008:1
[8] Alasdair Macintyre.1995. Is Patriotisme a Virtue ?. state university of new York  press. Pp.209-228. Terjemahan ali. 1998 : 232 PT Jakarta Pers
[9] Slameto. Belajar Dan Faktor Yang Mempengaruhinya. PT Rieneka Cipta. 2010: 2
[10] Dimiyati dan Mudiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rinecco Cipta. 1999 : 17
[11] Arif. Loc. Cit. 2011 : 14
[12] Ibid. Muhammad Arif. 2011 : 127
[13] Ibid. Dr.C. Asri Budiningsih. 2008:1
[14] Arif. Loc.cit. 2011 : 27
[15] Ibid. Arif. 2011 : 1
[16] Taufik Abdullah. SEJARAH : Pemikiran, Rekontruksi, Persepsi. MSI   ( Masyarakat Sejarah Indonesia ) 2010 : 23
[17] Ibid. Taufik Abdullah. 2010 : 4
[18] Drs. Slameto. Belajar dan faktor – faktor yang mempengaruhinya. Rineka Cipta.cet, 5. 2010 : 1
[19] Ibid. Arif. 2011:17
[20]  Abdullah, Taufik, dkk, SEJARAH : Pemikiran, Rekontruksi, Persepsi. MSI. 2010 : 23
[21] Op.cit. Arif 2011 : 14
[22] Dr. Mukhtar dan Martinis. Metode Pembelajaran Yang Berhasil. CV. Sasama Mitra Sukses. 2001 : 7.
[23] Ibid. Arikunto. 1995 : 24
[24] Ibid. Abdullah. 2010 : hal 23
[25] Ibid. Abdullah. 2010 : hal 27

Komentar

Postingan Populer